Kisah Musa dan Khidir dalam Surah Al Kahfi (Bagian 1)

0
4811

Ilmu adalah karunia Allah SWT yang besar. Apalagi jika ilmu tersebut didapat dengan susah payah. Allah memberikan tempat yang istimewa bagi orang-orang yang berilmu dan menggunakan akal untuk berpikir. Tak sedikit ayat-ayat Al Quran yang ditujukan untuk orang-orang berilmu dan berakal.

Namun, salah satu cerita dalam surah Al Kahfi tentu dapat menjadi pengingat bagi kita betapa pentingnya bertawadhu dan menyadari di atas orang-orang berilmu ada yang lebih berilmu lagi. Kisah tentang keilmuan ini bisa kita kaji dari kisah Nabi Musa yang bertemu Nabi Khidir.

Suatu hari, ada yang bertanya pada Nabi Musa, apakah ada orang yang lebih berilmu dibanding Nabi Musa. Nabi musah pun Kaget dengan pertanyaan tersebut dan akhirnya menjawab, “Tidak ada”.

Ternyata Allah SWT mengutus Jibril untuk menyampaikan pada Nabi Musa bahwa sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di Majma al-Bahrain yang lebih ‘alim (lebih berpengetahuan” daripada Nabi Musa.

Ikan yang melompat ke sumber air

Karena penasaran Nabi Musa pun mengajak seorang pembantu setianya, Yusya bin Nun, untuk bertemu dengan orang ‘alim tersebut dan belajar kepadanya. Meskipun Nabi Musa tidak mengetahui secara pasti siapakah sosok ‘alim tersebut.

Nabi Musa meminta Yusya bin Nun membawa perbekalan berupa ikan. Setelah jauh menempuh perjalanan, mereka sampai di sumber air yang merupakan pertemuan dua laut. Nabi Musa dan pembantunya membasuh wajah dengan air tersebut lalu beristirahat di batu besar di dekat sumber air itu.

Tiba-tiba ikan yang dibawa oleh Yusya bin Nun melompat ke dalam air seperti ikan hidup. Yusya kaget, namun ia tidak menceritakannya pada Nabi Musa. Setelah beberapa saat melanjutkan perjalanan, Nabi Musa meminta mereka berhenti untuk makan siang.

Musa berkata pada pembantunya, “Bawalah kemari makanan kita. Sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (QS. Al Kahfi: 62)

Akhirnya, Yusya bin Nun menceritakan apa yang terjadi pada ikan bekal mereka tersebut.

“Nabi (Musa) berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu, keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.”  (QS. Al Kahfi: 63)

Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir

Nabi Musa berprasangka mereka akan bertemu dengan orang ‘alim dalam firman Allah yang disampaikan oleh Jibril tersebut di tempat ikan mereka hidup dan melompat ke sumber air tempat Nabi Musa dan pembantunya beristirahat.

Benar saja, di sanalah mereka bertemu dengan Nabi Khidir. Saat melihatnya seseorang yang duduk di atas sajadah hijau, Musa mengucapkan salam padanya. Khidir menjawab, “Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?”

“Aku adalah Musa.”

“Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil,” ucap Khidir.

“Dari mana kamu mengenal saya?” Tanya Musa.

“Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahumuku sipaka kamu. Lalu, apa yang kau inginkan wahai Musa?”

Musa menjawab, “Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang telah engkau peroleh karunia dari-Nya.”

“Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Khidir berkata.

“Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun.”

Akhirnya, Khidir menyetujui Musa mengikutinya dengan syarat, Musa tidak diperbolehkan menanyakan apapun sampai Khidir menjelaskan maksudnya pada Musa.

(Lanjut Bagian 2 –>)