Satu Cerita Tentang Imam Syafi’i yang Cerdas

0
3271

Imam Syafi’i adalah ulama terkemuka yang madzhabnya diakui seluruh dunia.

Beliau telah hafal 30 juz Al-Qur’an saat berusia 9 tahun (ada yang mengatakan 7 tahun). Dan menghafal Kitab al-Muwattha’ (karya Imam Malik) saat berusia 12 tahun. Dan dalam usia 18 tahun sudah diizinkan mengajar di Masjidil Haram.

Beliau telah menulis sekitar 170-an kitab tentang fiqih, tafsir, adab, dan lain-lain. Dan dikatakan bahwa beliau-lah yang menciptakan ilmu Ushul Fiqih untuk kali pertama.

***

Ada satu cerita yang menarik saat beliau berada di Irak.

Karena kecerdasan beliau di dalam ilmu dan hikmah, membuat beliau sangat terkenal. Majelis-majelis beliau selalu ramai dikunjungi orang-orang. Bahkan Khalifah Harus ar-Rasyid sangat mengagumi pendapat-pendapat beliau.

Hal ini menjadikan ulama-ulama di sana menjadi iri dan memikirkan cara untuk menguji seberapa tinggi menguji keilmuan Imam Syafi’i.

Maka diadakanlah sebuah diskusi tanya-jawab yang dihadiri langsung oleh Khalifah Harun ar-Rasyid.

Para ulama tadi memberikan sebuah pertanyaan yang lebih mirip teka-teki kepada Imam Syafi’i dengan harapan Imam Syafi’i akan terkecoh dan memberikan jawaban yang salah.

Misalnya saja pertanyaan tentang dua orang muslim yang sama-sama waras yang meminum minuman keras. Salah satu dari keduanya kemudian mendapat hukuman, sedangkan yang satunya tidak dihukum. Kenapa bisa demikian?

Mendapat pertanyaan demikian Imam Syafi’i dengan mudah menjawab bahwa hal tersebut karena orang yang satunya sudah baligh dan yang lainnya belum baligh.

Beliau juga mendapat pertanyaan lain seperti tentang seorang suami yang memberikan sebuah kantong penuh terisi kepada istrinya. Si istri diperintahkan untuk mengosongkan isinya tanpa membuka ikatannya, merobek kantongnya ataupun membakarnya. Bagaimana cara si istri melakukannya?

Imam Syafi’i lantas menjawab bahwa yang harus dilakukan si istri adalah merendamnya di dalam air, karena kantong tersebut berisi gula.

Pertanyaan-pertanyaan yang menjebak seperti itu dilontarkan oleh para ulama untuk menunjukkan kesalahan Imam Syafi’i di mata Khalifah Harun al-Rasyid.

Namun dengan ketajaman nalar dan kecerdasan yang dikaruniakan Allah kepada beliau, maka semua teka-teki tersebut bisa dengan cepat terjawab.

Melihat hal tersebut Khalifah justru menjadi semakin kagum terhadap sosok Imam Syafi’i.

Setelah para ulama tadi sudah kehabisan teka-teki, Imam Syafi’i kemudian mengajukan usul agar beliau diijinkan memberikan pertanyaan kepada para ulama tersebut.

“Jika mereka mampu menjawab pertanyaan tersebut, maka Alhamdulillah,” Kata Imam Syafi’i.

“Namun, jika mereka gagal menjawabnya, maka saya mohon kepada Amirul Mukminin untuk mencegah kejahatan mereka terhadap saya.”

Khalifah menyetujui usulan tersebut. Maka Imam Syafi’i mulai bertanya kepada para ulama itu.

“Ada seorang laki-laki yang meninggal. Warisannya adalah harta senilai 600 dirham. Setelah dibagi sesuai ketentuan, saudara perempuan laki-laki tadi hanya memperoleh satu dirham saja dari harta waris tersebut. Bagaimana pembagian harta waris seperti inibisa terjadi?”

Suasana menjadi hening.

Ternyata tidak ada satu pun di antara mereka yang mampu menjawab pertanyaan tersebut. Mereka hanya bisa terdiam, berpikir cukup lama namun tanpa jawaban yang memuaskan.

Setelah nyata kekalahan para ulama tadi, akhirnya Khalifah meminta Imam Syafi’i untuk menyampaikan jawabannya.

Kata Imam Syafi’i, “Laki-laki yang meninggal tersebut meninggalkan dua orang anak perempuan, seorang ibu, seorang istri, dua belas saudara laki-laki, dan seorang saudara perempuan,”

“Sehingga jika harta tersebut dibagi sesuai ketentuan, makadua anak perempuan mendapat bagian dua pertiga (yaitu 400 dirham), ibu mendapat bagian seperenam(yaitu 100 dirham), istri mendapat bagian seperdelapan (yaitu 75 dirham), kedua belas saudara laki-laki mendapat bagian 24 dirham dan akhirnya tersisa satu dirham untuk saudara perempuan.”