Ayo Mengasuh Bijak dengan Cara Islami

0
533
pola asuh

Beberapa tahun belakangan banyak sekali berita yang mencengangkan publik, terutama para orangtua, berita tentang anak kandung tega membunuh orang tuanya sendiri. Astagfirullahaladzim. Kalau dipikir secara jernih perbuatan bejat semacam itu mustahil bisa terjadi dan dilakukan oleh seorang anak. Tapi banyak alasan yang mendasari, terutama adalah terkait permintaan yang tidak dituruti dan berebut harta warisan.

Seperti yang terjadi pada Oktober 2019 lalu di Tegal, seorang anak tega membunuh ayahnya hingga jasadnya dicor semen. Kemudian, di Cengkareng . Anak membunuh ayahnya karena merasa sakit hati dengan menggunakan senjata tajam ke leher sang ayah. Di Sumatera Selatan, anak tega membunuh ibu kandungnya menggunakan balok kayu karena kesal tidak diberikan uang jajan.

Di Gresik, anak membunuh ibu kandungnya karena sering dimarahi. Lalu pada Juni lalu, menjelang Lebaran 2019, publik digegerkan dengan kasus anak membunuh orang tua kandungnya menggunakan helm hingga tewas. Motif pembunuhan terjadi karena sertifikat rumah ingin diambil oleh ayahnya di notaris. Sedangkan menurut pengakuan sang anak, sang ayah tidak pernah merawatnya dari kecil dan seringkali terjadi pertengkaran antar keduanya (tribunnews.com).

Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kasus seperti ini seperti sudah biasa terjadi di masyarakat kita? Siapa yang patut untuk disalahkan?

Anak dan orang tua merupakan bagian dari satu kesatuan keluarga. Keluarga merupakan unsur terkecil dalam masyarakat terdiri atas dua atau lebih individu meliputi ayah, ibu dan anak. Orang tua dalam keluarga memiliki peran dan tanggung jawab terhadap anak yang bertujuan agar anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang berkembang sesuai dengan usianya, mampu bersosialisasi dan menjadi anak yang berkepribadian sholeh. Pendidikan yang diberikan oleh orangtua di rumah sangat mempengaruhi kepribadian anak. Apabila stimulasi yang diberikan positif, maka hasilnya akan positif. Begitu juga sebaliknya.

Nah, melihat kembali maraknya kasus pembunuhan anak terhadap orang tua, dimana sang anak memberikan pernyataan bahwa sang ayah tidak pernah merawatnya sejak kecil yang artinya sang anak tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayahnya dan secara tidak langsung sang anak juga tidak pernah melihat sosok suri tauladan yang baik pada diri ayahnya. Di sini orangtua patut disalahkan.

Menurut Imam Syed Hafeed Al-Kaff dalam penelitian yang dilakukan oleh Padjrin (2016) bahwa salah satu kewajiban orang tua adalah menanamkan kasih sayang, ketenteraman dan ketenangan di dalam rumah. Cinta dan kasih sayang dalam keluarga dapat menciptakan rasa saling menghormati, bekerja sama dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi.

Oleh sebab itu Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin sejak dulu sudah menawarkan langkah-langkah kongkrit dalam mendidik anak sesuai dengan petunjuk Al Quran dan Hadits. Seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa mendidik anak itu harus sesuai dengan usia dan potensinya. Berikut tahapannya:

1. Membimbing anak usia 0-7 tahun

Usia 0-7 tahun yaitu mencakup masa bayi hingga masa kanak-kanak. Membimbing anak dengan belajar sambil bermain sejalan dengan tingkat perkembangan anak-anak usia 0-7 tahun. Bimbingan yang dilakukan dalam suasana ramah, riang, gembira dan penuh kasih sayang.

Pada usia ini, anak membutuhkan rasa aman, perlindungan yang utuh sehingga timbul perasaan senang sebagai dasar otak anak dalam menerima informasi yang paling efektif. Pada usia ini juga, orang tua mulai dapat sedikit demi sedikit mengenalkan sosok teladan dalam kehidupan seperti Rasulullah SAW yang tentunya sesuai dengan pendekatan usianya, seperti makan menggunakan tangan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Dengan bimbingan dan pendidikan yang didasarkan atas rasa kasih sayang, membuat anak merasa tidak dikekang serta akan mendorong anak-anak untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

2. Membimbing anak usia 7-14 tahun

Pada usia 7-14 tahun, bimbingan yang diberikan kepada anak difokuskan pada pembentukan disiplin dan akhlak. Anak-anak di usia ini mengalami perkembangan pada aspek intelektual, perasaan, bahasa, minat, sosial dan lainnya.

Masa ini merupakan masa yang sensitif bagi kemampuan perkembangan bahasa, cara berpikir dan sosialisasi sehingga berpengaruh pada proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselematan mental dan moralnya.

Salah satu hal yang ditekankan oleh Rasulullah pada anak usia 7 tahun adalah mengajarkan anak salat dimulai dari sedini mungkin untuk melatih anak dan sebagai identitas kemusliman anak.

Selain itu, anak pada usia ini juga dapat mulai dididik untuk bangun pagi, membersihkan tempat tidur, mengenakan pakaian sendiri, menjalankan puasa dan lainnya. Orang tua juga dapat membuat aturan-aturan anak agar dapat hidup disipilin dengan memberikan hadiah jika melakukan dan diberikan hukuman jika lalai terhadap aturan-aturan tersebut.

3. Membimbing anak usia 14-21 tahun

Pada usia ini, bimbingan yang dapat diberikan kepada anak menurut Rasulullah SAW adalah dengan cara diskusi, bertukar pendapat layaknya dua orang teman sebaya.

Anak tidak lagi diperlakukan seperti anak kecil tetapi dididik dengan menganggap mereka sebagai seorang teman. Peran orang tua di fase ini adalah sebagai teman berbagi suka duka sehingga dapat tetap mengontrol perkembangan dan sosialisasi anak.

Dengan menganggap anak sebagai teman, berarti tidak ada hal yang disembunyikan karena semua hal dijelaskan secara terbuka. Pada usia ini, anak sudah dapat membedakan dan menentukan pilihan yang baik dan buruk. Setelah melewati usia ini, orang tua mulai dapat melepas anak untuk dapat hidup mandiri, namun tetap dalam pengawasan orang tua.

Jadi, orang tua merupakan unit terpenting dalam keluarga yang akan membentuk kepribadian dan akhlak anak. Pendidikan akhlak dalam keluarga sangat dibutuhkan dan menjadi solusi pada permasalahan yang sering terjadi saat ini. Akhlak dapat menjadi benteng pertahanan anak dari pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan sehingga anak tetap dapat mengontrol perilakunya dalam bersosialisasi.